Khutbah Jumat Kisah Ibadah Haji Syekh Abdullah Bin Mubarok
الحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ
جَعَلَ فِي الْمَالِ حَقًّا لِلْفُقِيْرِ وَالمِسْكِيْنِ وَسَائِرِ
اْلمُحْتَاجِيْنَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ
إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنا
مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى بِقَوْلِهِ وَفِعْلِهِ إِلَى
الرَّشَادِ اللّهُمَّ صَلّ
وسّلِّمْ علَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمّدٍ وِعَلَى آلِه وأصْحَابِهِ هُدَاةِ
الأَنَامِ في أَنْحَاءِ البِلاَدِ أمَّا بعْدُ، فيَا
أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللهَ تَعَالَى بِفِعْلِ الطَّاعَاتِ فَقَدْ قَالَ
اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ.
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ. إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ
Jamaah
yang Dirahmati Allah SWT
Mendapatkan
kesempatan untuk hadir sekaligus menjalankan ibadah shalat Jumat siang ini
adalah sebuah nikmat yang demikian agung. Dari mulai nikmat hidayah hingga kesehatan
sekaligus kita terima saat ini. Oleh sebab itu, marilah aneka nikmat yang ada
kita jadikan sebagai sarana untuk terus meningkatkan takwallah. Yakni dengan
menjalankan perintah dan menjauhi yang dilarang. Pastilah, kalau itu yang
dilakukan, akan semakin banyak nikmat yang Allah SWT turunkan kepada kita, amin
ya rabal alamin.
Hadirin
yang Mulia
Dalam
kitab An-Nawâdir karya Syekh Syihabuddin Ahmad ibn Salamah al-Qulyubi
dikisahkan, suatu hari seorang ulama zuhud Abdullah bin Mubarak berangkat
menuju Makkah untuk menunaikan rukun Islam yang kelima, yakni haji. Namun,
ketika ia sampai di kota Kufah, perjalanannya terhenti beberapa saat hingga
dirinya batal menunaikan ibadah haji. Yang membuat Abdullah bin Mubarak
menghentikan perjalanannya adalah kondisi miris seorang perempuan di kota Kufah
yang terpaksa mengonsumsi bangkai itik. Tidak sendirian, perempuan mengajak
pula anak-anaknya memakan bangkai itu sebagai santapan keluarga.
Abdullah
bin Mubarak sempat menegurnya beberapa kali bahwa konsumsi semacam itu haram
menurut agama. Nasihat ini gagal. Hingga ia terkejut dengan kenyataan bahwa
keluarga tersebut memakan bangkai karena alasan keterpaksaan. Si perempuan dan
beberapa anaknya sudah tiga hari tidak mendapat makanan. Untuk mempertahankan
hidup, satu keluarga miskin tersebut menelan apa saja yang bisa dimakan. Hati
Abdullah bin Mubarak menangis. Ia lantas menyedekahkan keledai tunggangannya,
beserta barang-barang bawaannya, termasuk makanan dan pakaian, kepada keluarga
malang itu. Persoalanya adalah, Abdullah bin Mubarak kini tak memiliki bekal
untuk melanjutkan perjalannya ke Tanah Suci. Perjalanannya tertunda beberapa
lama di kota Kufah sampai musim haji lewat, dan ia pun gagal melaksanakan haji
tahun itu.
Ketika
balik ke kampung halaman, alangkah kagetnya ia lantaran mendapat sambutan luar
biasa dari masyarakat sebagai orang yang baru datang dari ibadah haji. Abdullah
bin Mubarak pun protes campur malu, dan berterus terang bahwa kali ini ia gagal
pergi ke Tanah Suci. "Sungguh aku tidak menunaikan haji tahun ini," katanya
meyakinkan orang-orang yang menyambutnya. Sementara itu, kawan-kawannya yang
berhaji menyampaikan testimoni yang membuat Abdullah bin Mubarak semakin
bingung. Mereka mengaku berada di Makkah dan membantu kawan-kawannya itu
membawakan bekal, memberi minum, atau membelikan sejumlah barang. Setelah
peristiwa yang membingungkan itu, Abdullah bin Mubarak pada malam harinya
mendapat jawaban melalui mimpi. Dalam tidur itu, Abdullah mendengar suara: “Hai
Abdullah, Allah SWT telah menerima amal sedekahmu dan mengutus malaikat
menyerupai sosokmu, menggantikanmu menunaikan ibadah haji."
Jamaah
Shalat Jumat rahimakumullah
Subhanallah.
Allah telah menunjukkan rahmat-Nya kepada hamba yang gemar bersedekah. Apa yang
dilakukan ulama sufi tersebut adalah prioritas dalam beribadah. Haji adalah
ibadah, sedekah juga merupakan ibadah. Namun, Abdullah bin Mubarak mendahulukan
yang kedua karena sedekahnya sangat dibutuhkan. Abdullah bin Mubarak tidak
sedang meremehkan ibadah haji. Ia hanya mendahulukan apa yang seharusnya
didahulukan. Ia cuma sedang mengatasi masalah yang amat mendesak, yakni
menyangkut kebutuhan dasar orang lain, dengan menunda ibadah haji tahun itu.
Toh, bukankah haji yang tertunda masih mungkin dilaksanakan pada tahun-tahun
berikutnya? Perbuatan ini selaras pula dengan kaidah fikih:
المُتَعَدِّيْ
أَفْضَلُ مِنَ القَاصِرِ
Artinya:
Ibadah sosial lebih utama ketimbang ibadah individual.
Kaidah
ini tidak berbicara tentang mana yang penting dan mana yang tidak penting.
Melainkan, mana yang penting dan mana yang lebih penting. Dalam fiqih prioritas
(al-fiqh al-awlawi), derajat urgensi suatu ibadah bervariasi: yang satu lebih
utama daripada yang lain. Sebagaimana ketika orang harus memilih sesuatu yang
mengandung mudaratnya lebih kecil daripada yang mudaratnya lebih besar.
Jamaah
Jumat yang Mulia
Kisah
tersebut juga memberikan pelajaran bagi kita semua untuk tidak terlalu larut
dalam kesedihan ketika belum mampu berangkat haji lantaran keterbatasan ekonomi
atau halangan lainnya. Selain memikirkan bagaimana memenuhi kewajiban suatu
ibadah, seseorang juga diharuskan memikirkan mana yang lebih prioritas untuk
dilaksanakan. Karena itulah haji hanya diwajibkan bagi yang mampu. Islam,
misalnya, tidak pernah mewajibkan orang miskin berangkat haji ketika ia sendiri
masih kesulitas menunaikan kewajiban lain menafkahi anak dan istrinya. Tidak
dianjurkan pula baginya memaksankan diri secara berlebihan, hingga menjual
aset-aset dasar seperti rumah atau sawah tempatnya mencari nafkah untuk
keperluan itu. Meski demikian, seseorang tetap diharuskan ikhtiar agar dapat
melaksanakan ibadah haji. Sebagaimana shalat lima waktu dan zakat, haji adalah
salah satu rukun Islam. Bila masuk kategori mampu, baik dari segi fisik,
ekonomi, mapun keamanan, seseorang wajib menunaikannya tanpa menunda-nunda.
Kewajiban tetaplah kewajiban, meskipun kita harus memilih satu kewajiban
prioritas saat dihadapkan dengan pilihan beberapa kewajiban yang mesti
dipenuhi.
وَلِلهِ عَلَى
النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا
Artinya:
Mengerjakan haji adalah kewajiban menusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang
yang sanggup mengadakan perjalanan ke baitullah. (QS Ali Imran: 97) Pelajaran
kedua, Abdullah bin Mubarak telah melaksanakan “al-birru” atau kebajikan yang
memang sangat dianjurkan dalam Islam. Ia menyedekahkan sesuatu yang sejatinya
ia perlukan untuk menunaikan ibadah haji. Al-Qur’an menyebutkan:
لَنْ تَنَالُوا
الْبِرَّ حَتَّىٰ تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ
Artinya:
Kalian tidak akan mendapatkan kebaikan (yang sempurna), sebelum kalian
mendermakan sebagian dari hartamu yang kamu cintai. (QS Ali Imran: 92) “Al-birru”
merupakan derivasi dari kata barra-yabirru yang berarti berbuat baik atau
patuh. Dari kata ini pula terbentuk istilah mabrûr. Haji mabrur dengan demikian
bukan semata soal pelaksanaan rukun dan wajib haji beserta hal-hal teknis
lainnya. Tapi juga bagaimana haji membentuk pribadi yang al-bârr, yakni bajik
secara sosial. Pemilik predikat haji mabrur tak hanya meningkat ibadahnya
melainkan juga meningkat kepeduliannya terhadap persoalan di sekelilingnya
sepulang dari haji. Artinya, substansi mabrûr ada pada akhlak dan karenanya
tidak heran bila Abdullah bin Mubarak mendapat kemuliaan meski belum berangkat
ke Tanah Suci lantaran rasa kemanusiaan dan kepedulian sosialnya yang tinggi.
Demikian,
khutbah yang dapat alfaqir sampaikan. Semoga kita termasuk orang-orang yang
kelak bisa menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci, sekaligus orang-orang yang
mempunyai perhatian yang tinggi atas persoalan orang lain di sekitar kita, amin
ya rabbal alamin.
بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ
اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ
الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ
السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ
إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ
تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ
وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ
اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ
وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا
النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا
أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ
ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ
عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا
تَسْلِيْمًا
اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ
وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ
الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ
الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ
اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ
الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ
وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ
أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ
وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ
مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ
إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ
وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا
وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ
اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى
الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا
لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ
Komentar
Posting Komentar