MEMAHAMI BID'AH

 

Memahami Perbuatan Bid’ah

عَنْ أُمِّ الْمُؤْمِنِيْنَ أُمِّ عَبْدِ اللهِ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ : قَالَ رَسُوْلُ الله صلى الله عليه وسلم : مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ  رَدٌّ.   [رواه البخاري ومسلم وفي رواية لمسلم : مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ ]

 

Terjemah hadits / ترجمة الحديث :

Dari Ummul Mu’minin; Ummu Abdillah; Aisyah radhiallahuanha dia berkata : Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : Siapa yang mengada-ada dalam urusan (agama) kami ini yang bukan (berasal) darinya), maka dia tertolak. (Riwayat Bukhori dan Muslim), dalam riwayat Muslim disebutkan: siapa yang melakukan suatu perbuatan (ibadah) yang bukan urusan (agama) kami, maka dia tertolak.

Pelajaran yang terdapat dalam hadits / الفوائد من الحديث :

Secara syara’, bid’ah adalah segala sesuatu yang dilakukan tanpa ada contoh sebelumnya. Semua amal atau perbuatan yang tidak disebutkan dalam perintah agama, kemuadian itu dianggap sebagai perintah agama, maka amal atau perbuatan tersebut ditolak. Hadis ini sharih (terang-terangan) menolak terhadap perbuatan bid’ah. Akan tetapi, menurut madzhab Ahlis Sunnah Wal-Jamaah, bid’ah yang ditolak adalah bid’ah sayyiah. Ini bisa dibuktikan, karena ternyata para sahabat Nabi juga banyak yang melaksanakan perbuatan serta membuat kebijakan yang tidak pernah ada pada waktu Rasulullah SAW. Masih hidup. Misalnya usaha membukukan Al-Quran, menambah jumlah adzan  menjadi dua kali pada hari jumat, shalat tarawikh secara berjamaah sebulan penuh, dan masih banyak lagi hasil ijtihad para sahabat yang ternyata tidak pernah ada pada masa Rasulullah SAW. Keterangan ini sebagaimana dijelaskan oleh KH. Muhyiddin Abdussomad dalam buku Fiqh Tradisional.

Menurut Syaikh Ibnu ‘Abdis Salam, “yang namanya bid’ah adalah setiap amal atau perbuatan yang belum pernah terjadi di zaman Rasulullah SAW. Adapun bid’ah itu terbagi menjadi lima (5) macam, yaitu:

1.      Bid’ah Wajibah (wajb), contohnya seperti mempelajari (ngaji) ilmu Nahwu, ilmu Sharaf yang bertujuan agar bisa memahami ilmu-ilmu syari’at. Dalam hal ini meski dianggap bid’ah tetapi justru wajib dilakukan. Contoh lain, seperti membukukan ayat-ayat Al-Qur’an. Di zaman Rasulullah ayat-ayat Al-Qur’an memang tidak dibukukan, tetapi ditulis di kulit binatang, batu yang tipis, pelepah kurma, tulang binatang dan sebagainya. 

2.      Bid’ah Muharramah (haram), seperti madzhab Qaddariyyah, madzhab Jabariyyah, dan Mmadzhab Jismiyyah.

3.      Bid’ah Mandubah (sunnah), Seperti membangun Pondok Pesantren, madrasah Diniyyah, Taman Pendidikan Al-Quran.

4.      Bid’ah Makruhah (makruh), seperti menghias Masjid. Tentu yang dimaksud dengan hiasan di sini adalah ornamen-ornamen yang tidak mengandung unsur dakwah. 

5.      Bid’ah Mubahah (boleh), Mbah Kyai Bisri Mustofa memberikan contoh bid’ah mubahah adalah membuat kajembaran (red. Bahasa jawa), dalam soal makanan, minuman dan pakaian. Contoh lain, diantaranya adalah jabat tangan usai shalat Subuh dan Ashar, pergi haji dengan menggunakan pesawat terbang.

 
Dari lima macam kategori bid’ah tersebut sangat penting untuk dipahami dan dijadikan pegangan bagi kaum Muslimin secara umum dalam kehidupan beribadah sehari-hari. Apabila kelima macam bid’ah ini dipahami, insyallah mereka tidak akan terombang-ambing oleh pendapat-pendapat dari luar kalangan Ahlussunnah wal Jamaah An-Nahdliyyah yang cenderung berbeda pendapat dalam memahami bid’ah sebagaimana yang dimaksud dalam hadis tersebut di atas.

 

Penyusun  : Rikin

Referensi  : Kitab Arba’in Nawawi

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Keberadaan Guru Ngaji TPQ, Madin, dan Majelis Ta'lim di Pelosok Desa: Kontribusi Nyata Pondok Pesantren untuk Umat dan Bangsa

Bobotsari_Monitoring ZI Kankemenag Purbalingga

Dampak Negatif Judi Online: Akar Masalah di Balik Banyak Kasus Kriminal