Postingan

Hukum Mewakilkan Akad Nikah

Gambar
Akad nikah sama seperti dengan akad muamalah yang lain, artinya boleh diwakilkan. Kebolehan tersebut bukan karena halangan tertentu yang menyebabkannya tidak dapat menghadiri akad nikah, seperti sakit dan semisalnya, tetapi memang boleh sejak dari hukum asalnya, baik karena suatu halangan atau tidak.  Dalam hal ini, Syekh Zainuddin al-Malibari menjelaskan: (تَصِحُّ وَكَالَةُ) شَخْصٍ مُتَمَكِّنٍ لِنَفْسِهِ وَهِيَ تَفْوِيضُ شَخْصٍ أَمْرَهُ إِلَى آخَرَ فِيمَا يَقْبَلُ النِّيَابَةَ لِيَفْعَلَهُ فِي حَيَاتِهِ، فَتَصِحُّ (فِي كُلِّ عَقْدٍ) كَبَيْعٍ وَنِكَاحٍ وَهِبَّةٍ وَرَهْنٍ وَطَلَاقٍ مُنْجِزٍ “Sah menunjuk wakil kepada orang yang secara syariat boleh melakukan sesuatu yang diwakilkan kepadanya untuk dirinya sendiri.  Adapun definisi  wakâlah  (perwakilan) adalah penyerahan yang dilakukan oleh seseorang atas urusannya kepada orang lain dalam urusan yang boleh digantikan atau dilakukan oleh orang lain, agar orang yang ditunjuk sebagai wakil melakukan hal tersebut semasa h...

Pendaftaran Nikah Secara Online

Gambar
Gambar: KUA Kecamatan Bobotsari Purbalingga    Pendaftaran Nikah Secara Online Dokumen yang Diperlukan: Surat Pengantar Nikah (N1):  Surat ini didapatkan dari kelurahan atau desa setempat. Surat Persetujuan Mempelai (N3):  Surat pernyataan persetujuan dari masing-masing calon mempelai. Surat Izin Orang Tua (N5):  Diperlukan jika salah satu atau kedua calon mempelai berusia di bawah 21 tahun. Surat Akta Cerai:  Jika salah satu calon mempelai pernah menikah sebelumnya. Surat Izin Komandan:  Jika salah satu calon mempelai adalah anggota TNI atau Polri. Fotocopy KTP dan Kartu Keluarga:  Kedua calon mempelai. Fotocopy Akta Lahir:  Kedua calon mempelai. Surat Rekomendasi Nikah dari KUA Kecamatan:  Jika pernikahan akan dilaksanakan di luar wilayah tempat tinggal salah satu calon mempelai. Langkah-Langkah Daftar Nikah Online: Akses Situs SIMKAH:  Buka situs resmi SIMKAH Kemenag ( https://simkah4.kemenag.go.id/ ). Buat Akun:  Jika belum...

Khutbah Jumata Memuliakan Bulan Rajab

  Khutbah I  اَلْحَمْدُ لِلهِ وَاسِعِ الْفَضْلِ وَالْاِحْسَانِ، وَمُضَاعِفِ الْحَسَنَاتِ لِذَوِي الْاِيْمَانِ وَالْاِحْسَانِ، اَلْغَنِيِّ الَّذِيْ لَمِ تَزَلْ سَحَائِبُ جُوْدِهِ تَسِحُّ الْخَيْرَاتِ كُلَّ وَقْتٍ وَأَوَانٍ، العَلِيْمِ الَّذِيْ لَايَخْفَى عَلَيْهِ خَوَاطِرُ الْجَنَانِ، اَلْحَيِّ الْقَيُّوْمِ الَّذِيْ لَاتَغِيْضُ نَفَقَاتُهُ بِمَرِّ الدُّهُوْرِ وَالْأَزْمَانِ، اَلْكَرِيْمِ الَّذِيْ تَأَذَّنَ بِالْمَزِيْدِ لِذَوِي الشُّكْرَانِ. أَحْمَدُهُ حُمْدًا يَفُوْقُ الْعَدَّ وَالْحِسْبَانَ، وَأَشْكُرُهُ شُكْرًا نَنَالُ بِهِ مِنْهُ مَوَاهِبَ الرِّضْوَانِ أَشْهَدُ أَنْ لَااِلَهَ اِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ دَائِمُ الْمُلْكِ وَالسُّلْطَانِ، وَمُبْرِزُ كُلِّ مَنْ سِوَاهُ مِنَ الْعَدَمِ اِلَى الْوِجْدَانِ، عَالِمِ الظَّاهِرِ وَمَا انْطَوَى عَلَيْهِ الْجَنَانُ. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَخِيْرَتُهُ مِنْ نَوْعِ الْاِنْسَانِ، نَبِيٌّ رَفَعَ اللهُ بِهِ الْحَقَّ حَتَّى اتَّضَحَ وَاسْتَبَانَ. صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ ...

HUKUM MA'MUM MASBUQ MENJADI IMAM

  Tidak masalah. Shalatnya sah dengan syarat hal itu dilakukan setelah imam selesai mengucapkan salam. Karena, setelah imam salam, maka status makmum masbuk itu bukan lagi sebagai makmum tapi sebagai orang yang shalat sendirian. Oleh karena itu, dia bisa menjadi imam di mana makmumnya bisa saja terdiri dari (a) makmum masbuk yang lain; atau (b) orang yang baru datang ke masjid. Ibnu Hajar Al-Haitami dalam Tuhfatul Muhtaj, hlm. 2/168, menyatakan: لَوْ انْقَطَعَت الْقُدْوَةُ كَأَنْ سَلَّمَ الْإِمَامُ فَقَامَ مَسْبُوقٌ فَاقْتَدَى بِهِ آخَرُ أَوْ مَسْبُوقُونَ فَاقْتَدَى بَعْضُهُمْ بِبَعْضٍ فَتَصِحُّ فِي غَيْرِ الْجُمُعَةِ فِي الثَّانِيَةِ عَلَى الْمُعْتَمَدِ لَكِنْ مَعَ الْكَرَاهَةِ Artinya: Apabila shalat berjamaah sudah selesai seperti imam sudah mengucapkan salam, lalu makmum masbuk berdiri dan orang lain bermakmum padanya; atau ada beberapa makmum masbuq lalu sebagian makmum masbuk bermakmum pada makmum masbuk yang lain maka hukumnya sah asal bukan shalat Jumat dalam kasus yang ked...

Dua Nikmat Pokok

  Hikmah 108 dlm Al-Hikam: “Nikmat Iijad (Diciptakan) dan Nikmat Imdad (Kelanjutan)” نِعْمَتاَنِ ماَ خَرَجَ موْجُودٌ عَنْهاَ ولاَ بُدَّ لِكُلِّ مُكـَوِّنٍ مِنْهُما نِعْمةُ الاِيْجادِ وَنِعْمة ُالاِمْداَدِ Ada dua nikmat yg tidak ada satu makhlukpun yg terlepas dari keduanya, yaitu nikmat ciptaan (diwujudkan) dan nikmat kelanjutan. Karena tiap makhluk asalnya tidak ada, maka nikmat yg diterima pertama kali adalah nikmat iijad/diciptakan Allah yg menjadikannya ada. Kemudian dilanjutkan dengan nikmat imdad/kelanjutan hidup, yakni melengkapi kebutuhan hidup, sebab bila tidak dilengkapi kebutuhan hidup maka tidak akan dapat bertahan hidup. Wallaahu a’lam.   Syaikh Abdullah asy-Syarqawi mensyarah: Kedua nikmat ini dirasakan oleh setiap yg berwujud. Setiap yg ada, awalnya tidak ada dan nihil. Nikmat penciptaan telah menghilangkan ketiadaan itu darinya sehingga ia menjadi ada. Tanpa nikmat itu, niscaya ia tetap tidak ada. Sesuatu yg tidak ada itu tentu tidak berharga. Ketika keberadaa...

HUKUM MENULIS AYAT AL-QURAN PADA SURAT UNDANGAN

Hukum menulis Ayat Al-Quran pada surat undangan.  Mengingat, kekhawatiran akan jatuh kemudian terinjak-injak, menjadikan Al-Qur’an tersebut tidak terhormat.  كِتَابَةُ الْقُرْآنِ عَلَى الْحَائِطِ- ذَهَبَ الشَّافِعِيَّةُ وَبَعْضُ الْحَنَفِيَّةِ إِلَى كَرَاهَةِ نَقْشِ الْحِيطَانِ بِالْقُرْآنِ مَخَافَةَ السُّقُوطِ تَحْتَ أَقْدَامِ النَّاسِ، وَيَرَى الْمَالِكِيَّةُ حُرْمَةَ نَقْشِ الْقُرْآنِ وَاسْمِ اللَّهِ تَعَالَى عَلَى الْحِيطَانِ لِتَأْدِيَتِهِ إِلَى الاِمْتِهَانِ. وَذَهَبَ بَعْضُ الْحَنَفِيَّةِ إِلَى جَوَازِ ذَلِكَ  Artinya: “Kepenulisan Al-Qur’an di tembok. Menurut Syafi’iyyah dan sebagian Hanafiyyah berpendapat makruh mengukir tembok dengan Al-Qur’an karena khawatir akan jatuh terinjak kaki-kaki orang banyak. Malikiyyah berpendapat haram mengukir Al-Qur’an dan nama Allah di atas tembok sebab akan mendatangkan penghinaan terhadap Al-Qur’an. Sedangkan sebagian pengikut Hanafiyyah menyatakan boleh-boleh saja.”  (Al-Maûsu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, [Kuwait, Dârus...

Hikmah Maulid (Alkisah Dalam Kitab I'anatut Tholibin)

  Dikisahkan pada masa Amirul Mu'minin Harun ar-Rasyid di Bashrah ada seorang pemuda berandal. Penduduk Bashrah memandang hina pemuda tersebut karena perilakunya yang buruk. Namun, ketika bulan Rabiul Awal atau bulan Maulid datang, pemuda ini menyambutnya dengan mencuci pakaiannya, memakai parfum, berdandan, membuat walimah, dan ia membaca maulid Nabi Muhammad saw. Hal ini terus berlangsung dalam waktu yang lama. Saat ia meninggal penduduk Bashrah mendengar suara tanpa wujud berkata:  "Wahai penduduk Bashrah hadiri dan saksikanlah oleh kalian jenazah seorang wali dari wali-walinya Allah, sesunguhnya ia mulia di sisiku."   Kemudian penduduk Bashrah menghadiri sampai dengan menguburkannya. Lalu, dalam mimpi, mereka melihat pemuda tersebut mengenakan pakaian kebesaran yang terbuat dari sutra. Ditanyakan kepadanya: "Dengan apa engkau mendapatkan keutamaan ini.?"  "Dengan mengagungkan Maulid Nabi Muhammad saw", jawabnya.  Alkisah, di negara...